PENGEMBANGAN POTENSI PELAYAN YANG MEMIMPIN
Bagaimanapun juga, bagi kekristenan pelayan itu adalah pemimpin. Apa yang di sebut Pelayan dalam GKPS (Pdt, Penginjil, Sintua, Syamas dan Pengurus Seksi) dalam kenyataan tugas dan tanggung jawabnya adalah “memimpin”, karena tidak bisa terlepas sari persekutuan. Oleh karena itu, membicarakan pelayanan, tidak terlepas dari mambicarakan kepemimpinan, dan sebaliknya. Dalam konsep seperti ini berlaku “pelayan yang memimpin” dan “pemimpin yang melayani”.
Ada sebuah pertanyaan yang sangat penting tentang kepelayan/pemimpinan. Apakah pelayan/pemimpin itu dilahirkan, atau diciptakan? Pertanyaan ini telah menimbulkan berbagai tanggapan, diskusi, atau perdebatan, sampai sekarang. Pertanyaan ini bahkan telah mendorong para ahli untuk mengadakan penelitian. Ada beberapa pandangan yang dapat dikemukakan secara ringkas yaitu:
Pandangan Tradisional
Secara turun temurun diyakini bahwa kemampuan seseorang memimpin adalah bakat atau sifat alami yang telah diwarisi melalui kelahiran. Atau dengan kata lain, kecakapan dalam memimpin adalah anugerah alam yang dimiliki sejak lahir.Selanjutnya, kelompok tradisional menjelaskan bahwa orang yang memang lahir dengan bakat dan sifat memimpin akan selalu menjadi pemimpin, dan akan selalu berhasil memimpin dalam segala situasi dan kondisi. Singkatnya, kapabilitas dankualitas kepelayan/pemimpinan yang dimiliki seseorang adalah “gen” (benih) yang diturunkan. Artinya, ada orang yang dilahirkan untuk menjadi pelayan/pemimpin.
Pandangan Kontemporer
Kelompok masyarakat modern berpendapat bahwa kemampuan kepelayan/pemimpinan merupakan hasil dari suatu proses interaksi. Kemampuan seseorang memimpin dapat bertumbuh dan berkembang di dalam dan melalui suatu proses pengalaman hidup bersama, melalui proses interaksi dan relasi dengan lingkungan, dan yang tidak kalah penting yaitu melalui proses waktu.
Dalam pengertian lain, kemampuan kepelayan/pemimpinan dapat diperoleh melalui berbagai proses pengalaman, baik pengalaman-pengalaman empiris, maupun pengalaman-pengalaman indrawi. Kelompok yang setuju dengan pendapat ini mengatakan bahwa terdapat banyak tokoh sejarah dunia yang pernah menjadi pelayan/pemimpin yang sukses, setelah melalui suatu proses interaksi dan relasi dengan berbagai situasi. Waktu dan proses yang dilalui tersebut mempersiapkan mereka untuk menjadi pelayan/pemimpin yang tangguh dan terampil. Singkatnya, seseorang “dapat diciptakan” untuk menjadi pelayan/pemimpin.
Pandangan Alkitab
Pada satu sisi, di dalam Alkitab terdapat banyak pelayan/pemimpin religius, pelayan/pemimpin politik, pelayan/pemimpin bangsa yang tidak berlatar belakang lingkungan pelayan/pemimpin, dan juga tidak mewarisi dinasti kepelayan/pemimpinan, tetapi menjadi pelayan/pemimpin-pelayan/pemimpin yang berhasil. Dalam hal ini bisa disebutkan antara lain:
a. YUSUF (Josep)
Yusuf bertumbuh menjadi dewasa dalam situasi dan kondisi lingkungan yang sangat buruk. Saat beranjak remaja Yusuf dibuang. lalu dijual, kemudian diperbudak, dan selanjutnya dijebloskan ke dalam penjara sebagai seorang narapidana. Tetapi kemudian setelah Yusuf melewati berbagai situasi dan kondisi yang buruk itu, akhirnya Yusuf menjadi pelayan/pemimpin yang sangat dihormati dan berhasil di Mesir. Di bawah kepelayan/pemimpinan Yusuf, rakyat Mesir dapat terhindar dari kematian akibat wabah kelaparan.
Selanjutnya Firaun berkata kepada Yusuf: "Dengan ini aku melantik engkau menjadi kuasa atas seluruh tanah Mesir." Lalu Firaun menyuruh menaikkan Yusuf dalam keretanya yang kedua, dan berserulah orang di hadapan Yusuf: "Hormat!" Demikianlah Yusuf dilantik oleh Firaun menjadi kuasa atas seluruh tanah Mesir (Kejadian 41:41-43)
Ada dua pertanyaan penting tentang kepelayan/pemimpinan Yusuf:
1. Apakah Yusuf menjadi pelayan/pemimpin yang berhasil karena ia telah melewati berbagai proses dan pengalaman hidup yang demikian?
2. Apakah Yusuf tetap akan menjadi pelayan/pemimpin yang berhasil jika ia tidak melewati proses dan pengalaman hidup seperti itu?
Jawaban terhadap kedua pertanyaan tersebut tentu akan bersifat interpretasi atau penafsiran yang individualistik. Tetapi secara fakta historis, tidak dapat dibantah bahwa Yusuf menjadi seorang pelayan/pemimpin bukan karena latar belakang “keturunankepelayan/pemimpinan”. Artinya, Yusuf menjadi seorang pelayan/pemimpin bukan karena ia mewarisi gen kepelayan/pemimpinan dari keluarga, Yusuf menjadi seorang pelayan/pemimpin bukan pula karena dikondisikan oleh keluarga untuk menjadi pelayan/pemimpin. Bahwa Yusuf mendapatkan pelajaran dari berbagai proses dan pengalaman hidup yang dilaluinya, hal itu tidak dapat disanggah.
b. PETRUS
Setiap orang Kristen mengetahui persis bahwa Petrus hanyalah seorang nelayan. Alkitab menyebutnya orang biasa dan tidak terpelajar. Kenyataan ini diketahui secara umum oleh masyarakat waktu itu; Ketika sidang itu melihat keberanian Petrus dan Yohanes dan mengetahui, bahwa keduanya orang biasa yang tidak terpelajar, heranlah mereka; dan mereka mengenal keduanya sebagai pengikut Yesus (Kisah Para Rasul 4:13).
Akan tetapi fakta sejarah juga telah membuktikan bahwa Petrus telah menjadi seorang pelayan/pemimpin jemaat perdana yang sangat disegani, baik oleh jemaat maupun oleh masyarakat Yahudi (Kisah Para Rasul 1:15; 2:14; 9:32). Sedemikian besar pengaruh dari kepemiminan Petrus tersebut sehingga pola kepelayan/pemimpinannya dilestarikan dalam pemerintahan gereja Roma Katolik sampai sekarang yaitu dengan sistem kepausan. Dan menurut gereja Roma Katolik, Petrus adalah Paus yang pertama.
Pada sisi yang lain, kita juga menemukan banyak tokoh dalam Alkitab yang menjadi pelayan/pemimpin karena memang memiliki latar belakang lingkungan pelayan/pemimpin, sehingga memberi kesan seolah-olah kemampuan mereka memimpin adalah bakat bawaan sejak lahir, atau warisan. Salah satu di antaranya yang bisa disebut adalah Salomo.
Raja Salomo - putra Raja Daud - adalah seorang pelayan/pemimpin Israel yang paling sukses di antara semua raja Israel. Salomo memiliki tingkat kemampuan intelektual dan keterampilan memimpin yang tinggi, bahkan melebihi raja-raja lainnya. Selama masa kepelayan/pemimpinan Salomo, bangsa Israel mengalami kemakmuran, kejayaan, dan keamanan. Maka Salomo berkuasa atas segala kerajaan mulai dari sungai Efrat sampai negeri orang Filistin dan sampai ke tapal batas Mesir. Mereka menyampaikan upeti dan tetap takluk kepada Salomo seumur hidupnya, sehingga orang Yehuda dan orang Israel diam dengan tenteram, masing-masing di bawah pohon anggur dan pohon aranya, dari Dan sampai Bersyeba seumur hidup Salomo (1 Raja-raja 4:21, 25)
Salomo menjadi seorang pelayan/pemimpin bangsa Israel yang paling berhasil. Keberhasilan kredibilitas Salomo dalam memimpin tentu tidak dapat dipisahkan dari pengaruh dan potensi lingkungan keluarga, atau latar belakang keluarga. Gen atau benih Daud sudah tentu sangat dominan di dalam pribadi Salomo. Di samping itu, Daud memang sudah mempersiapkan Salomo jauh-jauh hari sebelumnya, seperti yang diklaim oleh ibu Salomo, baca 1 Raja-raja 1:17.
Ternyata Alkitab bersikap netral terhadap pertanyaan: Apakah pelayan/pemimpin itu dilahirkan, atau diciptakan? Sikap netral Alkitab tersebut dapat diasumsikan mengandung beberapa beberapa maksud dan pesan bahwa:
1. kemampuan melayani/memimpin adalah anugerah dari Allah. Oleh karena itu setiap orang memiliki kesempatan dan kemungkinan yang sama untuk menjadi pelayan/pemimpin.
2. Bakat pelayanan/kepemimpinan yang dibawa sejak lahir, harus tetap dilihat dalam bingkai anugerah Allah, karena Allah adalah sumber segala sesuatu.
3. Setiap orang memiliki potensi untuk menjadi seorang pelayan/pemimpin, karena di dalam diri setiap orang terdapat sifat-sifat atau potensi-ptensi Ilahi.
4. Setiap orang dapat menjadi pelayan/pemimpin apabila ia diberi kesempatan, dan mau belajar atau melengkapi diri dengan pengetahuan dan keterampilan dalam bidang kepelayan/pemimpinan.
Dari konsep alkitab tersebut, dapat disimpulkan bahwa semua orang dapat menjadi “pelayan” dan “pemimpin”, meskipun ia bukan berasal dari keluarga pelayan/pemimpin. Ia dapat menggali potensi ilahi dalam dirinnya, dari pengalaman hidupnya, termasuk melalui pembinaan ini. Apapun latar belakang hidup kita, kuncinya adalah : “mau menjaga dan mengembangkan potensi melayani dan memimpin, yang sesungguhnya Tuhan sudah berikan..
Juli 2009